MANFAAT SEDEKAH
Tiba-tiba seorang kakek muncul ketika Rasulullah sedang berkumpul bersama
para sahabatnya di dalam masjid selepas mengerjakan shalat jamaah.
"Wahai, Rasulullah. Saya sangat lapar.
Tolonglah saya. Dan saya tidak punya pakaian kecuali yang menempel di badan
sekarang. Berilah saya."
Sebenarnya Rasulullah sangat iba menyaksikan keadaan orang tua itu. Wajahnya
pucat, bibirnya membiru dan tangannya agak gemetar memegangi tongkatnya. Cuma
kebetulan beliau sedang tidak punya apa-apa. Sudah habis diberikannya kepada
orang lain.
"Maaf, orang tua. Tidak ada yang dapat saya berikan saat ini. Tetapi
jangan putus asa. Datanglah kepada anak saya, Fatimah, mungkin ada sesuatu yang
bisa diberikannya sebagai sedekah.
Maka pergilah kakek itu kepada Fatimah. Di depan rumahnya kakek itu berseru,
"Wahai putri Rasulullah. Aku lapar sekali. Dan tidak punya apa-apa. Aku
datang kepada ayahmu, tetapi beliau sedang tidak punya apa-apa. Aku disuruhnya
datang kepadamu. Mungkin engkau, punya sedekah untukku?"
Fatimah kebingungan. Ia tidak memiliki barang yang cukup berharga untuk
disedekahkan. Padahal, selaku keluarga Rasulullah ia telah terbiasa menjalani
hidup amat sederhana, jauh di bawah taraf kehidupan rakyat jelata.
Yang dianggapnya masih lumayan berharga cuma selembar kulit kambing yang
biasa dipakai sebagai alas tidur Hasan dan Husain. Jadi, itulah yang diambil
dan diserahkannya kepada si kakek.
Orang tua itu lebih kebingungan daripada yang memberikannya. Ia sedang lapar
dan tidak punya apa-apa. Mengapa kepadanya diserahkan selembar kulit kambing?
Buat apa?
"Wahai Putri Rasulullah. Apakah kulit kambing itu dapat mengenyangkan
perutku dan dapat kupakai untuk menghangatkan badanku?" tanya orang tua
itu.
Fatimah tidak bisa menjawab. Ia kembali masuk ke dalam rumahnya,
mencari-cari benda lain yang pantas disedekahkan. ia bertanya-tanya, mengapa
ayahku mengirimkan orang ini kepadaku, padahal Ayah tahu aku tidak lebih kaya
daripada beliau?
Sesudah termenung sejenak barulah ia teringat akan seuntai barang pemberian
Fatimah binti Abdul Muthalib, bibinya. Barang itu amat indah, namun ia merasa
kurang pantas memakainya karena ia dikenal sebagai pimpinan umat. Barang itu
adalah sebuah kalung emas.
Buru-buru diambilnya benda itu dari dalam kotak simpanannya, lalu diserahkan
kepada si kakek. Orang itu terbelalak melihat benda yang kini digenggamnya.
Begitu indah. Pasti amat mahal harganya. Dengan suka cita orang itu pergi
menemui Rasulullah kembali di masjid.
Diperlihatkannya kepada beliau kalung emas pemberian Fatimah. Rasulullah
hanya berdoa, "Semoga Allah membalas keikhlasannya."
Salah satu sahabat nabi yang kaya raya, Abdurrahman bi Auf, berkata, "Hai,
orang tua. Maukah kaujual kalung itu kepadaku?"
Kakek itu menoleh kepada Nabi, "Bolehkah saya jual, Ya Rasul?"
"Silakan, kalung itu milikmu," sahut Nabi.
Orang tua itu lantas berkata kepada sahabat Abdurrahman bin Auf,
"Berikan kepadaku beberapa potong roti dan daging untuk mengganjal
perutku, dan sekedar biaya kepulanganku ke kampung."
Abdurrahman bi Auf mengeluarkan duapuluh dinar dan seratus dirham, beberapa
potong roti dan daging, pakaian serta seekor unta untuk tunggangannya ke
kampung.
Dengan gembira kakek itu berkata, "Terima kasih, wahai kekasih Allah.
Saya telah mendapatkan lebih daripada yang saya perlukan. Bahkan saya telah
merasa menjadi orang kaya.
Nabi menjawab, "Terima kasih kepada Allah dan Rasul-Nya harus diawali
dengan berterimakasih kepada orang yang bersangkutan. Balaslah kebaikan
Fatimah."
Orang tua itu kemudian mengangkat kedua tangannya ke atas, "Ya Allah,
aku tak mampu membalas kebaikan Fatimah dengan yang sepadan. Karena itu aku
mohon kepada -Mu, berilah Fatimah balasan dari hadirat -Mu, berupa sesuatu yang
tidak terlintas di mata, tidak terbayang di telinga dan tidak terbetik di hati,
yakni surga -Mu, Jannatun Na'im."
Rasulullah menyambut doa itu dengan amin seraya tersenyum ceria.
Beberapa hari kemudian, budak Abdurrahman bin Auf, bernama Saham datang
menghadap Nabi sambil membawa kalung yang dibeli dari orang tua itu.
Ya Rasulullah," ujar Saham. "Saya datang kemari diperintahkan Tuan
Abdurrahman bin Auf untuk menyerahkan kalung ini untukmu, dan diri saya sebagai
budak diserahkannya kepadamu."
Rasulullah tertawa. "Ku terima pemberian itu. Nah, sekarang lanjutkanlah
perjalananmu ke rumah Fatimah, anakku. Kalung ini tolong serahkan kepadanya.
Juga engkau kuberikan untuk Fatimah."
Saham lalu mendatangi Fatimah di rumahnya, dan menceritakan pesan Rasulullah
untuknya. Fatimah dengan lega menyimpan kalung itu di tempat semula, lantas
berkata kepada Saham, "Engkau sekarang telah menjadi hakku karena itu,
engkau kubebaskan. Sejak hari ini engkau kembali menjadi orang merdeka."
Saham tertawa nyaring sampai Fatimah keheranan, "Mengapa engkau
tertawa?"
Bekas budak itu menjawab, "Saya gembira menyaksikan riwayat sedekah dari
satu tangan ke tangan berikutnya.
Kalung ini tetap kembali kepadamu, wahai putri junjungan, namun karena
dilandasi keikhlasan, kalung ini telah membuat kaya orang miskin, telah
menjamin surga untukmu, dan kini telah membebaskan aku menjadi manusia
merdeka."
(Dituli
syukron :)
BalasHapussilahkan di share ,semoga bermanfaat
BalasHapustrma kasih infonya min
BalasHapusMakasih informasi dan penjelasan nya
BalasHapusmaksi infony
BalasHapus